GERAKAN DAN ORGANISASI ISLAM MODERN DI INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Dalam usaha menemukan jati dirinya, dalam diri umat islam indonesia tumbuh dan berkembang beragam gerakan islam sebagai usaha melakukan perubahan untuk menentukan masa depan. Perbedaan organisasi islam berubah dari sekedar perbedaan mazhab furu’iyah (ibadah) menjadi perbedaan orientasi politik. Dengan menelaah konteks kesejarahan dan ajaran gerakan islam indonesia yang dominan di awal abad 21, diharapkan mahasisiwa mampu memahami dan mengambil hikmah dan perbedaan yang ada.
Memasuki abad 21, pengaruh globalisasi ikut memberikan warna tersendiri pada dinamika organisasi dan gerakan islam diindonesia. Organisasi islamyang telah mapan secara kultural, struktural maupun institusional yaitu Nahdatul ulama (NU) dan Muhammadiyah, kini  harus siap bersanding dan bersaing dengan gerakan islam transnasional (organisasi islam lintas negara), seperti Hizbut Tahrir, Salafi, Jamaah Tabligh, Ikwanul Muslimin (IM). Meskipun pada awalnya Nahdatul ulama dan muhammadiyah juga terinspirasi perkembangan wacana keagamaan yang berkembang di timur tengah , namun mereka mengalami akulturasi dengan tradisi dan pemikiran lokal indonesia yang terjadi selama puluhan tahun. Misalnya, dalam tradisi Nahdatul ulama, pengaruh gerakan-gerakan tarekat seperti Naqsyabandiyah dan Tijaniyah yang berpusat dan berkembang di syiria dan mesir cukup signifikan. Sedangkan muhammadiyah pada awal-awal berdirnya tidak lepas dari ide-ide pembaharuan islam moderat yang dipelopori syaikh muhammad abduh, Rasyid ridha, muhammad bin abduh wahab, hingga Jamaludin al-afghani.
Dengan munculnya organisasi baru tersebut muhammadiyah dan NU diletakkan dalam kategori islam “moderat”, terutama sejak studi islam semakin didominasi oleh kotomi radikal vs moderat (Asyari, 2010;3). Dinamika sosial keagamaan pasca peristiwa terorisme 11 september di amerika semakin mengkristalkan “warna” gerakan islam tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja macam-macam bentuk gerakan dan organisasi islam modern di indonesia ?
2.      Bagaimana latar belakang berdirinya masing-masing organisasi islam modern di   indonesia ?
3.      Bagaimana karakteristik ajaran masing-masing organisasi islam tersebut basis massa pendukungnya ?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui macam-macam bentuk gerakan dan organisasi islam modern di indonesia.
2.      Memahami latar belakang berdirinya masing-masing organisasi islam modern di   indonesia .
3.      Memahami karakteristik ajaran masing-masing organisasi islam tersebut basis massa pendukungnya.


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Muhammadiyah
1)        Latar belakang
Tanggal 18 november 1912 M merupakan momentum penting lahirnya muhammadiyah. Kelahiran muhammadiyah merupakan awal dari sebuah geraka islam modernis yang melakukan perintisan pemurnian akidah (purifikasi) sekaligus pembaruan islam di indonesia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh KHA. Dahlan dari kota santri kauman, Yogyakarta.
Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut nabi muhammad”. Penggunaan kata  ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menishabkan penganut muhammadiyah dengan ajaran perjuangan nabi muhammad SAW. Kelahiran muhammadiyah merupakan manifestasi dan gagasan pemikiran dan amal perjuangan dari sang pendiri KHA. Dahlan aliyas muhammad darwis.
Setelah menunaikan ibadah haji dan bermukmin di mekah untuk yang kedua kalinya pada tahun 2003, KHA. Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di tanah air. Gagasan pembaruan itu diperoleh KHA. Dahlan setelah berguru pada ulama-ulama indonesia yang bermukim di mekah, seperti Syeikh ahmad khatib dari minangkabau, Kyai nawawi dari banten, Kyai mas abdullah dari surabaya, dan Kyai fakuh dari maskumambang gresik; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru islam seperti Ibn taimiyah, muhammad bin abd al-wahhab, jamaluddin al-afghani, muhammad abduh, dan rasyid ridha

2)      Ajaran dan Pemikiran
Pemikiran keagamaan Muhammadiyah yang memiliki implikasi sosial cukup besar ialah pemurnian agama (purifikasi) di bidang akidah dan amaliah. Hal ini tercermin dalam  pengajaran KHA. Dahlan tentang tafsir al-Qur’an yang dirangkum oleh K.R.H. Hadjid dalam17 Kelompok Ayat-Ayat al-Qur’an. Esensi dari ajaran ke-17ayat tersebut dapat disimpulkan meliputi; (1) pemurnian akidah, (2) kepedulian sosial, (3)dakwah amar makruf nahi munkar, dan (4) jihad fi sabilillahdengan jiwa, raga, dan harta. Dengan kata lain KHA. Dahlan menekankan makna beragama Islam tidak cukup hanya melakukan ibadah ritual, tetapi harus diwujudkan dalam amal nyata dengan orientasi sikap peduli sosial.KHA. Dahlan belajar fiqih mazhab Syafi’i, tasawuf al-Ghazali, serta akidah Ahlussunah wal Jannah. Hanya saja yang membedakan KHA. Dahlan dengan KH. Hasyim Asyari, sang pendiri NU, adalah bahwa beliau juga membaca buku-buku yang ditulis oleh Muhammad Abduh dan Ibnu Taimiyyah. Menurut Mulkhan (1990:64) latar belakang inilah yang membedakan prinsip dasar ajaran Muhammadiyah dengan NU. Sebagai sebuah organisasi sosial keagamaan, Muhammadiyah memiliki ajaran dan atau pemikiran yang membedakan ia dengan organisasi Islam yang lain. Diantara ajaran Muhammadiyah yang relative menonjol adalah:
1.      Mengamalkan ibadah hanya yang secara eksplisit disebutkan dalam al-Qur’an dan hasitsshahih. Muhammadiyah menghindari pengamalan hadits dla’if dan maudlu’,terutama yang dicampur dengan tradisi masyarakat lokal, seperti mendoakan orang meninggal pada hari yang ke 1-7, 40, 100, 1000, atau setiap tahun (haul ), peringatan Maulid Nabi,  peringatan 1 Suro, dan lain-lain. Terkait dengan hal ini, Mulkhan (1990:66) menyatakan  bahwa pendekatan yang dilakukan Muhammadiyah dalam menghadapi perubahan zaman dan perkembangan dunia modern adalah dengan kembali (rujuk) kepada al-Qur’an danmenghilangkan sikap fatalism serta menjauhkan diri dari sikaptaqlid , melalui jalan menghidupkan jiwa dan semangat ijtihad.
2.      Selain menggunakan al-Qur’an dan hadis Nabi, mereka mengikuti hasil ijtihad dari ulamayang dipandang sebagai tokoh-tokoh pembaru, seperti: Ahmad bin Hanbal, Ibn Taimiyah, Ibn al-Qayyim al-Jauziyah dan lain-lain, atau mengikuti hasil keputusan Majlis Tarjih (lembaga musyawarah hukum Islam melalui pengumpulan dalil-dalil terkuat dari al-Qur’an dan hadits).
3.      Segala hal baru mengenai ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalahbid’ah (membuat syariat baru yang terlarang dalam agama), seperti mengeraskan bacaan zikir, zikir bersama, dan lain-lain. KH. A. Dahlan menyerang sinkretisme (pencampur-adukan ajaran) dan pengaruh animisme maupun agama lain yang dianggapnya menodai Islam dan sudah membudaya. Ia juga menolak praktik-praktik kultural keagamaan seperti tahlilan dan segala ritus yang tidak secara jelas bersumber pada al-Qur’an dan hadits yangsahih (otentik) (Karim, 1986:5).
4.      Menggunakan metode hisab (penghitungan astronomi matematis) untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan.
5.      Lebih peduli pada pengembangan pendidikan formal daripada pendidikan non formal seperti pesantren.
6.      Lebih peduli pada program sosial kemasyarakatan daripada pelaksanaan ritual keagamaan yang bersifat kultural.

Meski Muhammadiyah banyak berkontribusi terhadap modernisasi umat Islam di Indonesia, organisasi dan gerakan ini tidak terlepas dari kritik. Sejumlah kritik yang diarahkan  pada Muhammadiyah antara lain

1.      Kaderisasi kompetensi keulamaan di Muhammadiyah terkesan lamban.
2.      Minim lembaga pencetak kader keulamaan yang solid seperti pesantren
3.      Pola ibadah cenderung “kering” dari nuansa penghayatan dan tasawuf
4.      Gerakan dakwahnya bersifat elitis dan akademis di daerah perkotaan.

3)      Basis Mahasiswa
 Menurut Mujani (dalam Asyari, 2010:1), lebih dari 25 juta muslim Indonesia adalah  pengikut Muhammadiyah. Pada umumnya mereka berada di daerah perkotaan dan merupakan kaum terpelajar. MM Billah (dalam Yunahar, 1993:11) berpendapat bahwa basis sosial dari Muhammadiyah adalah sekolah modern, para pedagang, penduduk kota, para petani, dan mencakup wilayah Jawa dan luar Jawa.
 
4)      Pendekatan Dakwah
Dalam berdakwah, Muhammadiyah cenderung menggunakan pendekatan salaf (manhaj al-salaf ) dan dakwah menyeluruh (dakwah al-Islam kaffah). Dalam realitasnya, Muhammadiyah memfokuskan dakwahnya pada pendidikan dan pelayanan kesehatan. Hal ini terbukti dari banyaknya sekolah dan rumah sakit yang didirikan oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah juga menggunakan pendekatan ammar ma’ruf nahi mungkar yang bersifat struktural dari atas ke bawah (melalui kekuasaan). Dalam dakwahnya Muhammadiyah konsen pada pemurnian dan pembaharuan. Di samping itu dakwah Muhammadiyah bertumpu pada tiga prinsip yaitu tabsyir  (menyenangkan),islah (memperbaiki), dan tajdid  (memperbarui). Prinsiptabsyir  adalah upaya Muhammadiyah untuk mendekati dan merangkul setiap potensi umat Islam (umat ijabah) dan umat non-muslim (umat dakwah) untuk bergabung dalam naungan petunjuk Islam dengan cara-cara yang bijaksana, pengajaran dan bimbingan yang baik, dan mujadalah (diskusi dan debat) yang lebih baik. Prinsip islah ialah upaya membenahi dan memperbaiki cara ber-Islam yang dimiliki oleh ummat Islam, khususnya warga Muhammadiyah, dengan cara memurnikannya sesuai petunjuk syar’I yang bersumber pada al-Qur’an dan sunnah Nabi.


2.      Nahdatul ulama (NU)
1)      Latar belakang
Nahdlatul Ulama lahir dari kalangan pesantren yang gigih melawan kolonialisme saat indonesia berjuang meraih kemerdekaan mereka membentuk organisasi gerakan Nahdlatul Wathan(kebangkitan tanah air)pada tahun 1916. Kemudian tahun 1918 mendirikan Taswirul Afkaratau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri(kebangkitan pemikiran) sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum keagamaan dan kaum santri. Selanjutnya didirikan Nahdlatul Tujjar(gerakan kaum sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat.dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Ketika raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal, yakni Madhzab Wahabi di Mekah dan hendak menghancurkan  semua peninggalan sejarah islam karena dianggap bid’ah, bermacam-macam reaksi datang dari berbagai kalangan termasuk muhammadiyah. Komunitas pesantren yang selama ini membela keberagaman juga ikut menolak keras adanya pembatasannya Madzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Didorong oleh niatnya yang kuat untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarianwarisan peradaban, maka kalangan pesantren memutuskan untuk membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hijaz. Komite ini diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah. Atas desakan Komite Hijaz, dan tantangan dari segala penjuru umat islamdi dunia, akhirnya Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya.
Itulah peran internasional pertama kalangan pesantren, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga. Berawal dari kesuksesan misi Komite Hijaz tersebut, kalangan pesantren merasa perlu membentuk organisasi fungdional yang lebih sistematis untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Setelah para kiai (ulama’) pesantren saling bekoordinasi yang bernama Nahdlatul Ulama (kebangkitan ulama) pada tanggal 16 Rajab 1344 H (31 januari 1926). Organisasi ini pertama kali dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar (ketua agung).


2)      Ajaran dan pemikiran
Nahdlatul Ulama (NU) menganut faham Ahlussunnah wal jama’ah(pengikut sunnah rasul dan para sahabatnya, atau disingkat dengan Aswaja). Aswaja adalah sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (tekstualis), yakni tidak hanya berpegang teguh pada dalil al-qur’an dan sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam ini dirujuk dari para ulama’ terdahulu, yaitu dalam bidang tauhid mengikuti Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al- Maturidi, dalam bidang fiqih mengikuti empat imam madhzab : Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbali, dan dalam bidang tasawuf mengikuti al-Ghozali dan Junaid al-Baghdadi.
Secara lebih spesifik, terdapat sejumlah ajaran dan atau pemikiran NU yang relatif menonjol. Ajaran dan atau pemikiran tersebut di antaranya adalah :
Ø  Di samping mengamalkan ajaran yang secara eksplisit tercantum dalam al-Qur’an dan hadis, NU juga mengamalkan ibadah yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam al-Qur’an dan hadist shahih, seperti tahlilan (kumpulan bacaan dzikir dan ayat yang dihadiahkan untuk orang yang sudah meninggal), istighatsah (kumpulan bacaan dzikir dan ayat untuk menolak musibah), diba’an (kumpulan kisah dan sya’ir Arab yang berisi biografi Rasulullah SAW dan pujian untuknya), manaqib (kumpulan kisah dan syair yang berisi biografi orang-orang shalih) dan lain-lain.
Ø  Megikuti hasil ijtihad imam-imam madzhab empat, terutama madhzab Syafi’i dan para pengikutnya, seperti tarawih 20 rakaat, qunut subuh dan witir pada separo kedua Ramadhan, adzan dua  kali menjelang khutbah jum’at, menambahkan sayyidina sebelum nama Muhammad, serta menggunakan metode ru’yatul hillal(melihat bulan sabit langsung) untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan.
Ø  Di samping menggunakan al-Qur’an dan hadist nabi, NU juga menjadikan pendapat sahabat, tabiin dan para ulama’, sebagai rujukan penting dalam berkaidah dan beribadah. Pendapat mereka terkumpul dalam kitab klasik yang diberi nama kitab kuning. Kitab kuning ini menjadi rujukan wajib di pesantren-pesantren tradisional milik NU.
Ø  Meyakini adanya berkah yang bisa diambil dari orang-orang shalih, baik yang masih hidup maupun sudah meninggal. Oleh karena itu, aktivitas ziarah kubur para nabi, ulama dan wali menjadi pelengkap tradisi ibadah warga NU.
Ø  Pesantren tradisional beserta pengasuh (kyai)nya dijadikan sebagai lembaga dan rujukan penting untuk mengatasi segala problematika kehidupan agama dan sosial, sekaligus menjadi basis penyebaran ajaran NU.
NU banyak nerjasa menampilkan islam yang toleran di Indonesia. Meski begitu, sejumlah kritik dilontarkan terhadap organisasi dan gerakan NU. Kritik-kritik tersebut di antaranya :
Ø  Secara umum, pengembangan manajemen pendidikan formal yang profesional kurang mendapatkan perhatian,
Ø  Kurang ada keseimbangan antara kegiatan ritual keagamaan dengan pemberdayaan sosial ekonomi,
Ø  Kreativitas berfikir kritis dalam pemahaman agama kurang mendapat porsi mmadai,
Ø  Pola interaksi kyai dan santri cenderung feodalistik (kultus individu pada kyai)
Ø  Nilai etos kerja, kedisiplinan, dan profesionalitas sering terabaikan.

3)      Basis massa NU
Saat ini basis pendukung NU mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, banyak warna NU di desa bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka jika sebelum ini basis NU disektor buruh diperkotaan juga dengan terbukaya sistem pendidikan, basisi intelektual warga NU juga semakin luas. Hal ini sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini (susilawati, 2012)
Dalam menetukan basis massa NU, ada dua istilah yang sering dipakai, yaitu massa jam’iyah dan massa jama’ah. Massa jamiah adalah penganut NU yang secara organisatoris dibuktikan dengan kepemilikian kartu anggota. Sedangkan massa jama’ah adalah penganut NU yang loyal mengamalkan ajaran meski tidak memiliki kartu anggota. Menurut hasil penelitian mujaini (2002), sekitar 48% dari muslim indonesia adalh kaum santri, yakni sekitar 51 juta muslim indonesia. Billah (dalam yunahar, 1993:11) berpendapat bahwa basis sosial dari NU adalah pesantren, tradisional, petani, desa, jawa, pedalaman.

4)      Pendekatan dakwah
Dalam berdakwah, NU banyak menggunaka pendekatan kultural, yakni berdakwah dengan menjadikan budaya masyarakat setempat sebagai instrumennya serta mengakomodasi dan melestarikan budaya masyarakat selama tidak bertentangan dengan ajaran islam.
NU berkomitmen memperkuat pendekatan budaya sebagai salah satu elemen penting dakwah islam di tanah air. Sebab melalui budayalah agama islam dapat diterima dengan baik-baik oleh penduduk pribumi diawal kedatangan islam. Kebudayaan islam lokal saat ini kian terancam oleh beragam budaya dan ideologi asing, baik yang muncul dari masyarakat barat maupun timur. Akibatnya, upaya memperkenalkan islam sebagai agama yang damai dan cinta keindahan justru semakin sulit karenna “pertarungan” budaya tersebut.
NU melakukan berbagai upaya agar akulturasi budaya tersebut tetap menjadi khittah (cita-cita) kuat organisasi yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari ini. Salah satunya melalui upaya sosialisasi ke pondok pesantren yang merupakan basis kaderisasi potensial kalanga NU. Termasuk pula memberikan penyadaran kepada warga nahdliyyin (sebutan penganut NU) akan pentingnya menggunakan budaya dalam berdakwah. NU sangat peduli pada kaderisasi sebagai gerakan kultural dan tidak mau memasuki wilayah politik.
Prinsip aswaja juga selalu dijunjung tinggi oleh NU dalam menyikapi segala sesuatu yang berkembang di masyarakat, yaitu tawazun (seimbang dalam segala hal, termasuk pengguanaan dalil naqli dan ‘aqli) , tasamuh (toleran), tawassuth (moderat), dan istidal (tegak lurus, artinya konsisten antara pikiran, ucapan, dan perbuatan).
3.      Salafi
1.      Latar Belakang
Gerakan Salafi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ide dan gerakan pembaruan yang dilancarkan oleh Muhammad bim Abdul Wahhab di kawasan Jazirah Arab. Ide pembaruan ini diduga masuk ke wilayah nusantara pada awal abad ke-19. Ide pembaruan ini secara relatif memberi pengaruh kepada gerakan Islam modern di Indonesia yang lahir kemudian, seperti Muhammadiyah, PERSIS (Persatuan Islam), dan Al-Irsyad.
2.      Ajaran
Setidaknya ada 4 ajaran penting dari gerakan Salafi Modern, yaitu:
a.       Upaya – upaya yang mereka kerahkan salah satunya terpusat pembersihan ragam bid’ah yang selama ini diyakini dan diamalkan oleh berbagai lapisan masyarakat Islam.
b.      Mereka memandang keterlibatan dalam proses politik praktis seperti pemilihan umum sebagai sebuah bid’ah dan penyimpangan.
c.       Mereka cenderung kooperatif dalam menyikapi gerakan-gerakan yang ada dalam bingkai “nata’awan fima ittafaqna ‘alaih wa natanashah fima ikhtalafna fih”.
d.      Mereka meyakini adanya larangan melakukan gerakan separatis dalam sebuah pemerintahan Islam yang sah.
Terdapat sejumlah kritik terhadap gerakan Salafi. Diantaranya adalah:
a.       Pola dakwahnya terlalu eksklusif dan kurang simpatik
b.      Model perjuangannya yang “hitam-putih” sering menuai cap teroris
c.       Susah menerima kebenaran dari luar komunitasnya
d.      Kurang fokus pada dakwah dasar (tata cara ibadah dsb.)  dan menekankan pada isu jihad


3.      Basis massa
Jumlah pengikut salafi di Indonesia masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan NU dan Muhammadiyah. Pada umumnya mereka adalah alumni pesantren atau majelis yang diasuh oleh para ustadz tamatan sekolah sekolah di Timur Tengah.
4.      Pendekatan dakwah
Bagi para penganut salafi, untuk urusan agama tidak ada istilah kompromi. Apa yang dipandang tidak benar menurut dalil al-Qur’an dan Sunnah secara tegas ditolak. Sedangkan apa yang dianggap benar akan disampaikan meskipun secara pahit. Hal tersebutlah yang tampak sering membawa salafi ke “kancah” perdebatan dengan gerakan lain.


4.      Hizbut Tahrir (HT)
1.      Latar Belakang
 Hizbut Tahrir berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis), Palestina. Gerakan yang menitik beratkan perjuangan membangkitkan umat di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam melalui tegaknya kembali Khilafah Islamiyah ini dipelopori oleh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang alumni Al-Azhar Mesir, dan pernah menjadi hakim di di Mahkamah Syariah di Palestina.
            Hizbut Tahrir kini telah berkembang ke segenap penjuru dunia. Ia berkembang di seluruh negara Arab di Timur Tengah, termasuk di Afrika seperti mesir, Libya, Sudan, dan Ajazair. Perkembangan Hizbut Tahrir juga juga merambah ke Turky, Inggris, Perancis, Jerman, Austria, Belanda, dan negara-negara Eropa lainnya hingga ke Amerika Serikat, Rusia, Azbekistan, Tajikistan, Kirgistan, Pakistan, Malaysia, Indonesia, dan Australia.
 Di indonesia Hizbut Tahrir masuk pada tahun 1980-an dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar diseluruh Indonesia. Pada era 1990-an, ide-ide dakwah hizbut Tahrir merambah ke masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran, perusahaan, dan perumahan. HT masuk ke Indonesia melalui Abdurrahman al-Baghdadi (Lebanon). Ia bermukim di Jakarta pada tahun 80-an. Kemudian HT dibawa oleh Mustofa bin Abdullah bin Nuh. Dialah tokoh yang mendidik tokoh-tokoh HT di Indonesia seperti Ismail Yusanto, dan tokoh-tokoh Hizbut Tahrir Indonesia lainnya.
 Bila dilacak sejarahnya, akar pemikiran HT bertemu dengan ide-ide pemikiran Mesir awal abad 20, M. Rasyid Ridlo. Taqiyuddin An Nabhani, pelopor HT, pernah berguru ke beberapa ulama yang merupakan murid langsung dari Rasyid Ridlo. Pemikiran HT juga bertemu dengan Ibnu Tamiyyah dan Ahmad Ibnu Hanbal. Berdasarkan kenyataan ini tidak aneh bila kemudian ditemukan aspek-aspek salaf dan puritanisme dalam HT (Jamhari, 2004:176). HT dalam dakwahnya memeiliki kecenderungan mendekati mahasiswa-mahasiswa pemula di perguruan tinggi umum dibanding masyarakat umum. Bahkan di era 90-an, HT merupakan bagian dari tiga komponen lembaga dakwah kampus (LDK) yang saling tersebut pengaruh di masjid-masjid kampus bersama Jamaah Tarbiyah dan Salafi (Tolhah dkk, 2007:149).
2.      Ajaran
 Ada beberapa ajaran yang diyakini benar oleh para pengikut Hizbut Tahrir, di antaranya adalah :
1.      Menegakkan syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan.
2.      Mengupayakan berdirinya Negara Islam global (khilafah) yang dipimpin oleh seorang khalifah.
3.      Mengharamkan segala bentuk instrumen demokrasi termasuk pemilihan umum (pemilu) yang dipandang sebagai produk pemikiran barat (kufur).
4.      Melarang keterlibatkan anggotanya dalam politik praktis melalui partai selama masih menggunakan sistem demokrasi.
5.      Menolak segala tatanan politik, sosial, ekonomi, teknologi produk Barat modern dan menggantinya dengan tatanan Islam.

      Hizbut Tahrir telah menetapkan pendapat-pendapat sesuai dengan misi perjuangannya, yaitu melangsungkan kembali kehidupan Islam serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan mendirikan Daulah Khilafah, dan mengangkat seorang Khalifah. Pendapat-pendapat tersebut telah dihimpun dalam berbagai buku, booklet maupun selebaran yang diterbitkan dan disebarluaskan kepada umat Islam. Buku-buku itu, anatara lain :
1.      Nizhamul Hukmi fil Islam (Sistem Pemerintahan dalam Islam)
2.      Nizhamul Iqtishadi fil Islam (Sistem Sosial dalam Islam)
3.      Nizhamul Ijtima’iy is Islam (Sistem Sosial dalam Islam)
4.      At-Takattul al-Hizbiy (Pembentukan Partai Politik)
5.      Mafahim Hizbit Tahrir ( Konsep Hizbut Tharir)
6.      Al-Khilafah (Sistem Khilafah)
     Hizbut Tahrir saat ini memiliki konstitusi  yang terdiri dari 187 pasal. Dalam konstitusi ini terdapat program jangka pendek. Program jangka pendeknya adalah bahwa dalam jangka waktu 13 tahun sejak. HT berdiri pada 1953 –menurut Taqiyuddin An-Nabhani  negara-negara Arab sudah harus berubah menjadi sistem Islam dan sudah ada khalifah. Taqiyuddin juga juga menargetkan setelah 30 tahun dunia Islam sudah harus punya Khalfah. Namun kenyataanya belum terjadi hingga kini.
     Dalam hal politik, HT mengharamkan pemilu untuk memberikan suara untuk pemilihan kepala negara. Alasan pengharaman tersebut adalah:
1.      Format pemilihan kepala negara saat ini didasarkan pada sistem demokrasi Barat yang kufur,
2.      Kepala negara dipilih untuk menjalankan garis-garis besar haluan negara yang didasarkan keputusan rakyat, bukan al-Qur’an dan sunnah,
3.      Adanya kemungkinan terpilihnya wanita, orang kafir, zalim, fasik, bahkan orang bodoh sebagai kepala negara karena mendapatkan dukungan mayoritas ( Tolhah dkk,2007:104).

           Organisasi dan gerakan HT mendaptkan kritik dari sejumlah kalangan. Kritik-kritik tersebut di antaranya adalah :
1.        HT tidak menerima teori-teori politik modern.
2.        HT dipandang memahami syariat secara sempit dan dangkal, yang berakibat pada kecanggungan Islam untuk  diterapkan di era modern yang multikultural.
3.        Belum ada contoh kongrit di masa kini tentang penerapan miniatur sistem khilafah di dunia Islam.
4.        HT dianggap banyak melakukan simplifikasi penanganan persoalan umat dengan jargon khilafah.
5.        HT terlalu fokus pada isu penegakan khilafah dan penerapan syariat.

3.  Basis Massa
 Mayoritas pengikut HT di Indonesia adalah kaum muda dari kalangan mahasiswa di kampus-kampus perguruan tinggi umum. Lembaga-lembaga yang menjadi basis HTY adalah Badan Dakwah Kampus (BDK) atau lembaga dakwah kampus (LDK)

4.     Pendekatan Dakwah
 Pendekatan yang ditempuh HT dalam berdakwah adalah pendekatan demonstratif-publikatif. Maksudnya adalah berbagai macam pendekatan yang dilakukan untuk menarik perhatian masyarakat melalui media cetak, media online dan elektronik, dalam bentuk penyebaran buletin Jum’at, brosur dan lain-lain.
 Disamping itu, HT^ juga menggunakan pendekatan sel, yakni membentuk kelompok-kelompok kecil untuk diberikan pencerahan/doktrin tentang khilafah dan sistem politik Islam. Individu-individu dalam kelompok kecil ini kemudian mendapatkan mandapt untuk mencari anggota baru dan membentuk kelompok baru, mirip sistem MLM ( multi level marketing).

 Berhubungan kaum kaum muslimin saat ini mereka pandang hidup di Darul Kufr, maka keadaan negeri mereka serupa dengan makkah ketika Rasululullah SAW diutus (menyampaikan risalah Islam). Untuk itu fase Makkah wajib dijadikan sebagai tempat berpijak dalam mengemban dakwah dan meneladani Rasulullah SAW.
 Dari sirah Rasulullah SAW inilah Hizbut Tahrir mengambil metode dakwah dan tahapan-tahapan nya, beserta kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada seluruh tahapan ini, karena Hizbut Tahrir meneladani kegiatan-kegiatan yang dilakukan Rasulullah SAW dalam seluruh tahapan perjalanan dakwahnya.
Berdasarkan sirah Rasulullah SAW tersebut, Hizbut Tahrir menetapkan metode perjalanan dakwahnya dalam 3 tahapan, yaitu ;
1.      Tahapan pembinaan (Marhalah At Tatsqif)
Yang dilaksanakan untuk membentuk kader-kader yang mempercayai pemikiran dan metode hizbut Tahrir dalam rangka pembentukan kerangka tubuh partai.
2.      Tahapan berinteraksi dengan umat (Marshalah Tafa’ul Ma’a Al Ummah ), yang dilaksanakan agar umat turut memikul kewajiban dakwah Islam, sehingga umat menjadikan Islam sebagai kepedulian utamanya dan agar umat berjuang untuk mewujudkannya dalam realitas kehidupan.
3.      Tahapan penerimaan kekuasaan (Marhalah Istilaam Al Hukm) yang dilaksanakan untuk menerpakan Islam secara menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia.



BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Keempat organisasi diatas memiliki beberapa perbedaan  mendasar, yang sulit untuk disatukan. Kebanyakan terkait dengan persoalan furuiyyah (cabang, fiqih ), sementara persoalan ushul (pokok, aqidah) hampir semuanya sama.
Dari aspek sosiologis, sebenarnya NU dan Muhammadiyah menjadi islam mainstream di indonesia, yakni organisasi yang diikuti lebih 80 jutapenduduk indonesia, hanya saja karena pendekatan dakwah keduanya lebih soft dan fleksibel, “suaranya” kurang menggema, sehingga sering disebut silent majority (mayoritas yang diam). Adapun hizbut Tahrir dan salafi (termasuk FPI, Jamaah Islamiyah) cendrung aktif dan demonstratif. Ketika muncul penyerangan israel atas palestina, maka keterlibatan kedua kelompok terakhir ini sangat terlihat dalam protes dan demonstrasi kepada pemerintah maupun pihak-pihak terkait. Namun jumlah pengikut kedua kelompok ini tidak lebih dari setengah massa NU dan Muhammadiyah. Oleh karenanya sering kelompok ini disebut louder minority (minoritas yang lantang).

2.      Daftar Pustaka
Al-Maghrawi, Muhammad Bin Abdurrahman. Manhaj Akidah Salaf: Akidah Imam Malik. Jakarta: Pustaka Azzam. Cet. I
Anonim.2013.Ciri Perjuangan Muhammadiyah. Diakses Tanggal 14 Juni 1013 Dari: Www.Muhammadiyah.Or.Id
Anonim. 2013.Sejarah NU. Diakses Tanggal 14 Juni 2013 Dari: Www.Nu.Or.Id
Asyari, Suaidi. 2010. Nalar Politik NU Dan Muhammadiyah: Over Crossing Java Sentris. Yogyakarta: Lkis. Cet. II
At-Thalibi, Abu Abdir Rahman. 2007. Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak: Meluruskan Sikap Keras Dakwah Salafi. Jakarta: Tim Hujjah Press. Cet. II
E-Fatwa.2003.Fatwa Mengenai Kedudukan Ajaran Islam Jamaah.Diakses Tanggal 14 Juni 2013
Ilyas, Yunahar, Dkk.1993.Muhammadiyah Dan NU: Reorientasi Wawasan Keislaman. Yogyakarta:Aditya Media, Cet. I
Jamhari Dkk. 2004.Gerakan Salafi Radikal Di Indonesia. Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada. Cet. I
Karim, M. Rusli.1986. Muhammadiyah Dalam Kritik Dan Komitmen. Jakarta: Rajawali. Cet. I
M. Thalib. 2007. Melacak Kekafiran Berfikir. Yogyakarta: Uswah. Cet. I
Mulkhan, Abduh Munir. 1990. Warisan Intelektual KH. Ahmad Dahlan Dan Amal Muhammadiyah. Cet. 1. Yogyakarta: PT. Percetakan Persatuan
Nuhu, Ulin (Ed.). 2007. Potret Salafi Sejati: Meneladani Kehidupan Generasi Pilihan. Solo: Al-Qowan
Sulistiawati, Eka.2012. Pendekatan Dakwah NU, Muhammadiyah, Persis Dan LDII. Tanggal 18 Juni 2013
Tolhah, Imam Dkk. 2007. Gerakan Keislaman Pasca Orde Baru. Badan Litbang Kemenag RI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH TEORI ATRIBUSI DALAM PEMBELAJARAN

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA IMPLEMENTATIF DALAM ERA GLOBALISASI